2.
Konsep Bunga di Kalangan Yunani dan Romawi
Pada masa Yunani, sekitar
abad VI Sebelum Masehi hingga 1 Masehi, telah terdapat beberapa jenis bunga.
Besarnya bunga tersebut bervariasi bergantung pada kegunaannya. Secara umum,
nilai bunga tersebut dikategorikan sebagai berikut.
Pinjaman
biasa
Pinjaman
property
Pinjaman
antarkota
Pinjaman
perdagangan dan industri
|
6 % - 18 %
6 % - 12 %
7 % - 12 %
12 % - 18 %
|
Pada masa Romawi, sekitar
abad V Sebelum Masehi hingga IV Masehi, terdapat undang-undang yang membenarkan
penduduknya mengambil bunga selama tingkat bunga tersebut sesuai dengan
“tingkat maksimal yang dibenarkan hukum” (maximum legal rate). Nilai suku bunga
ini berubah-ubah sesuai dengan berubahnya waktu. Meskipun undang-undang
membenarkan pengambilan bunga, tetapi pengambilannya tidak benarkan dengan cara
bunga-berbunga (double countable).
Pada masa
pemerintahan Genucia (342 SM), kegiatan pengambilan bunga tidak
diperbolehkan. Akan tetapi, pada masa Unciaria (88 SM), praktik tersebut
diperbolehkan kembali seperti semula. Terdapat empat jenis tingkat bunga pada
zaman Romawi, yaitu sebagai berikut.
Bunga maksimal yang dibenarkan
Bunga pinjaman biasa di Roma
Bunga untuk wilayah (daerah taklukan Roma)
Bunga khusus Byzantium
|
8 % - 12 %
4 % - 12 %
6 % - 100 %
4 % - 12 %
|
Meskipun demikian, praktik pengambilan bunga dicela oleh para ahli
filsafat. Dua orang ahli filsafat Yunani terkemuka, Plato (427-347 SM) dan
Aristoteles (384-322 SM), mengencam praktik bunga. Begitu juga dengan Cato
(234-149 SM) dan Cicero (106-43 SM). Para ahli filsafat tersebut mengutuk
orang-orang Romawi yang mempraktikkan pengambilan bunga.
Plato mengencam sistem bunga berdasarkan dua alasan. Pertama, bunga
menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua, bunga
merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Adapun
Aristoteles dalam menyatakan keberatannya mengemukakan bahwa fungsi uang adalah
sebagai alat tukar atau medium of exchange. Ditegaskannya bahwa uang bukan alat
untuk menghasilkan tambahan melalui bunga. Ia juga menyebut bunga sebagai uang
yang berasal dari uang yang keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti
terjadi. Dengan demikian, pengambilan bunga secara tetap merupakan sesuatu yang
tidak adil.
Penolakan para ahli filsafat Romawi terhadap praktik pengambilan bunga
mempunyai alasan yang kurang lebih sama dengan yang dikemukakan ahli filsafat
Yunani. Cicero memberi nasehat kepada anaknya agar menjauhi dua pekerjaan,
yakni memungut cukai dan memberi pinjaman dengan bunga. Cato memberikan dua
ilustrasi untuk melukiskan perbedaan antara perniagaan dan memberi pinjaman.
a.
Perniagaan adalah suatu pekerjaan yang
mempunyai resiko, sedangkan memberi pinjaman dengan bunga adalah sesuatu yang
tidak pantas.
b.
Dalam tradisi mereka terdapat
perbandingan antara seorang
pencuri dan seorang pemakan bunga. Pencuri akan didenda dua kali lipat,
sedangkan pemakan bunga akan didenda empat kali lipat.
Ringkasnya, para ahli
filsafat Yunani dan Romawi menganggap bahwa bunga adalah suatu yang hina dan
keji. Pandangan demikian itu juga dianut oleh masyarakat umum pada waktu itu.
Kenyataan bahwa bunga merupakan praktik yang tidak sehat dalam masyarakat,
merupakan akar kelahiran pandangan tersebut.
~~ * * * ~~
Footnote :
Daftar
Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 43 - 45
Meteri ini
dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr.
Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )