This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Traveling to Sabang Island

Janganlah berjalan di belakangku, karena mungkin aku tak bisa memimpinmu. Jangan pula berjalan di depanku, mungkin aku tak bisa mengikutimu. Berjalanlah di sampingku dan jadilah sahabatku.

Tebing With Dormitori's Friends

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Gurutee Montain

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Camping

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday 15 October 2016

Permintaan Tenaga Kerja Di Indonesia


Makalah: Ekonomi SDM dan Ketenagakerjaan

PERMINTAAN TENAGA KERJA DI INDONESIA


Di Susun oleh:
Ikhsanul Huda
D.a Rahmat
Cut Saidah Nafisah
Muhammad Ramdhan Bay

Dosen Pembimbing: 
Hafidhah SE, M.Si.,Ak.




UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS ISLAM
EKONOMI SYARIAH
2015-2016





BAB II

PERMINTAAN TENAGA KERJA


1.      Konsep permintaan

            Permintaan adalah suatu hubungan antar harga dan kuantitas. Sehubungan dengan tenaga kerja, permintaan adalah hubungan antara tingkat upah (yang ditilik dari prespektif seorang majikan adalah harga tenaga kerja) dan kuantitas tenaga kerja yang dikehendaki oleh majikan untuk dipekerjakan (dalam hal ini dapat dikatakan dibeli). Secara khusus, suatu kurva permintaan menggambarkan jumlah maksimum yang dikehendaki seorang pembeli untuk membelinya pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal tenaga kerja, kurva permintaan menggambarkan jumlah maksimum tenaga kerja yang seorang tenaga kerja pengusaha bersedia untuk mempekerjakannya pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka waktu tertentu.

           Oleh sebab itu tujuan kita adalah mengembangkan kerangka yang menunjukan jumlah tenaga kerja yang diminta pihak perusahaan pada berbagai macam alternatif harga tenaga kerja. Permintaan akan tenaga kerja ini kita dapatkan dari suatu perangkat keadaan yang disebut jangka pendek, yang patut menjadi bahan tinjauan tambahan yang terpaksa harus diterima oleh pengusaha, baik menyangkut harga jual produk maupun tingkat upah yang diberikan. Setelah kita kita mengembangkan permintaan perusahaan akan tenaga kerja dalam jangka waktu pendek, maka kita mengalihkan perhatian kepada permintaan tenaga kerja menggunakan berbagai macam input. Teori yang kita sajikan ini dikenal sebagai teori produktivitas marjinal tentang permintaan tenaga kerja dalam pasar-pasar yang bersaingan.

2.      Permintaan Tenaga Kerja Dalam Jangka Pendek

A.  Hubungan Produksi : Produk Fisik Marjinal

           Setiap kuantitas batubara yang diberikan dapat dihasilkan dengan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal. Misalnya, 19 ton batubara dapat dihasilkan dengan 4 unit modal dan 1 unit tenaga kerja atau dengan 3 modal dan 2 unit tenaga kerja. Hubungan input-output pada suatu perusahaan yang khusus, digambarkan secara grafik pada gambar di atas. Unit modal yang digunakan dalam proses produksi diperlihatkan dalam sumbu vertikal; unit tenaga kerja, yang kita ukur dengan hari-hari kerja, diperlihatkan oleh garis sumbu yang horisontal. Garis-garis kurva yang disebut isokuan (isuquants) memperlihatkan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal yang dapat digunakan peruhaan untuk menghasilkan “kuantitas yang sama” dari output. Misalnya, perusahaan kita yang khusus itu, yang sengaja kita andaikan mengelola sebuah tambang batubara, dapat menambah 19 ton batubara dengan cara menggunakan lima unit modal dan dua unit tenaga kerja, atau dengan cara kombinasi lainnya antara tenaga kerja dengan modal pada isokuan yang sama. Tenaga kerja dan modal lalu merupakan subsitusi dalam proses produksi.

           Sebagaimana dapat kita lihat dari gambar di atas, maka perusahaan dapat meningkatkan outputnya dari 19 ton batubara, katakanlah menjadi 27 ton dengan cara meningkatkan jumlah modal yang digunakannya, dengan cara meningkatkan jumlah modal yang digunakannya atau dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang digunakannya, atau meningkatkan kedua input tsb. Apabila diberi kebebasan untuk memilih, maka pengusaha akan menghasilkan setiap jenis output khusus dengan kombinasi modal dan tenaga kerja yang paling sedikit biayanya. Akan tetapi oleh karena asumsi kita bahwa merubah kuantitas modal yang ia gunakan. Perusahaan dalam jangka pendek tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja.

B. Skedul Nilai Produk Fisik Marjinal.

           Kita telah mengasumsikan bahwa perusahaan kita menjual produknya dalam suatu pasar produk yang bersaing secara murni, gambar di bawah menunjukan penentuan harga dalam pasar produk dimana perusahaan itu menjual outputnya. Harga pasar batubara ditentukan oleh interaksi permintaan akan batubara dan penawaran batubara. Harga batubara ditentukan oleh interaksi permintaan pasar D dan penawaran S seperti pada panel a. Sebagai akibatnya, kurva permintaan dalam persaingan murni adalah elastis tak terhingga pada harga pasar $ 40. Menjual suatu output apapun di atas harga ini, memang tidak ada alasan untuk menjual di bawah harga ini karena ia dapat menjual sebanyak mungkin batubara yan gia kehendaki dengan harga $ 40 per ton. Penerimaan perusahaan itu akan bertambah dengan $ 40 bagi setiap ton batubara yang dijualnya, suatu jumlah yang sama dengan harga penjualan produk. Kita sekarang dapat menyusun suatu skedul yang memperlihatkan jumlah yang dapat meningkatkan penerimaan perusahaan jika ia menambah penggunaan tenaga kerja. Apabila perusahaan itu menambahkan penggunaan tenaga kerja lagi, maka penerimaannya akan bertambah dengan jumlah nilai produk fisik marjinal VMPP, yang merupakan harga dari tiap unit output P, dikalikan dengan jumlah unit output yang dihasilkan oleh unit tenaga kerja tambahan (MMP bagi tenaga kerja dari gambar di bawah) menggambarkan skedul VMMP bagi produsen batubara kita. Sebagaimana gambar memperlihatkan kepada kita, setiap urutan input tenaga kerja mengandung secara berturut-turut peneerrimaan yang makin berkurang bagi perusahaan. Hal, ini disebabkan oleh adanya diminshing returns dalam produksi. Unit tenaga kerja pertama menambahkan $ 400 bagi penerimaan perusahaan, unit yan gkedua menambahkan $ 360 dan unit yan gketiga menambahkan $ 320. Karena unit tenaga kerja yang kesebelas mempunyai MPP nol, maka penggunaan unit itu tiadak akan mendatangkan penerimaan tambahan bagi perusahaan. Nilai produk fisik marjinal VMPP adalah produk fisik marginal tenaga kerja MPP dikalikan dengan harga produk P pada setiap jumlah tenaga kerja yang digunakan. Apabila tingkat upah pasar adalah $ 80 per hari kerja, perusahaan menghadapi suatu kurva penawaran tenaga kerja yang elastis tak terhingga pada upah itu, suatu upah yang sama dengan biaya faktor marjinal bagi perusahaan. Perusahaan akan memaksimalkan keuntungan dengan cara menggunakan tenaga kerja 9 hari kerja.

C. VMMP Adalah Permintaan Perusahaan Akan Tenaga kerja

           Skedul VMPP merupakan permintaan perusahaan akan tenaga kerja. Ia merupakan kurva permintaan perusahaan karena ia menentukan harga maksimum yang akan dibayarkan oleh perusahaan bagi berbagai jumlah tenaga kerja. Setiap perusahaan yang diasumsikan hendak memaksimalkan keuntungan akan tidak mau dengan sengaja membayar setiap input lebih dari pada input yang ditambahkan kepada penerimaan perusahaan secara keseluruhan.
Kurva permintaan tenaga kerja yang menunjukan kecondongan garis menurun merupakan kesimpulan utama bagi para ahli ilmu ekonomi teori neoklasik perusahaan. Perusahaan yang menghendaki keuntungan maksimal dapat memilih jumlah terbaik bagi tenaga kerja untuk digunakan. Jumlah itu dalam persaingan murni selalu merupakan jumlah yang menjadikan VMPP tenaga kerja sama dengan upah, oleh karena upah merupakan biaya marjinal bagi suatu unit tenaga kerja. Apabila tenga kerja meningkat, perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerja dan sebaliknya.


3.      Permintaan Tenaga Kerja Dalam Jangka Panjang
           Jangka panjang dalam teori perusahaan adalah konsep perusahaan dalam melakukan penyesuaian penuh terhadap keadaan ekonomi yang berubah. Perbedaan antara permintaan tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang adalah perbedaan antara :
1. Penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja yang dapat dilakukan oleh perusahaan itu tidak sanggup mengadakan perubahan terhadap input yang lain.

2. Penyesuaian dalam penggunaan tenaga kerja yang dapat dilakukan oleh perusahaan apabila perusahaan itu sanggup mengadakan perubahan terhadap inptunya yang lain[1]


4.      Kurva permintaan tenaga kerja

           Garis DD melukiskan besarnya nilai hasil marginal karyawan (value marginal physical product of labor atau VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan. Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak 0A=100 Orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke-100 dinamakan VMPPL nya dan besarnya sama dengan MPPL x P = W1. Nilai ini lebih besar dari tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh sebab itu laba pengusaha akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat terus menambah laba perusahaan dengan memperkerjakan tenaga kerja hingga ON. Di titik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL x P sama dengan upah yang dibayarkan pada karyawan. Dengan kata lain pengusaha mencapai laba maksimum bila MPPL x P = W . Penambahan tenaga kerja yang lebih besar dari pada ON, misalnya OB akan mengurangi keuntungan pengusaha. Pengusaha membayar upah pada tingkat yang berlaku (W), padahal hasil nilai marginal yang diperolehnya sebesar W2 yang lebih kecil dari pada W. Jadi pengusaha cenderung untuk menghindari jumlah karyawan yang lebih besar dari pada ON. Penambahan karyawan yang lebih besar dari ON dapat dilaksanakan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah dibawah W atau pengusaha dapat menaikkan harga jual barang (Simanjuntak, 1985).

1.      Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek
           Dalam jangka pendek, perusahaan tidak mampu untuk mengubah kuantitas modal yang ia gunakan dan tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja (Arfida, 2003).

           Kombinasi tenaga kerja dan modal yang dapat digunakan perusahaan untuk menghasilkan “kuantitas yang sama” dari output diperlihatkan oleh garis- garis kurva yang disebut isokuan.

           Misalnya, perusahaan dapat mencapai isokuan 2 dengan cara menggunakan lima unit tenaga kerja, atau dengan cara kombinasi lainnya antara tenaga kerja dan modal yang merupakan substitusi dalam proses produksi. Pada umumnya, bila sebuah perusahaan harus secara berturut- turut mengurangi satu unit penggunaan dari satu faktor produksi, maka ia harus menggunakan secara berturut- turut jumlah yang lebih besar dari faktor produksi yang lainnya agar dapat mempertahankan kuantitas output tanpa mengalami perubahan. Fakta ini tercermin pada kurvator isokuan yang dilukiskan berbentuk cembung terhadap titik O (origin) (Arfida, 2003).



           Setiap kuantitas produk dapat dihasilkan dengan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal. Misalnya, isokuan 2 dapat dicapai dengan 5 unit modal dan 2 unit tenaga kerja atau dengan 4 unit modal dan 3 unit tenaga kerja. Perusahaan dapat meningkatkan outputnya dari isokuan 2, katakanlah menjadi isokuan 3 dengan cara meningkatkan jumlah modal yang digunakan atau dengan cara meningkatkan kedua jenis input. Apabila diberikan kebebasan penuh untuk memilih, maka pengusaha akan menghasilkan setiap jenis output dengan kombinasi modal dan tenaga kerja yang paling sedikit biayanya. Akan tetapi, karena asumsi kita bahwa perusahaan itu berada dalam jangka pendek, maka ia tidak mampu untuk mengubah kuantitas modal yang ia gunakan. Perusahaan dalam jangka pendek tidak dapat menambah output kecuali dengan menambah penggunaan tenaga kerja (Arfida, 2003).

2.      Permintaan tenaga kerja dalam jangka panjang
           Jangka panjang dalam teori perusahaan adalah konsep perusahaan dalam melakukan penyesuaian penuh terhadap keadaan ekonomi yang berubah. Dimisalkan perusahaan akan mencapai isokuan, maka output sebesar itu dapat dihasilkan dengan satu unit tenaga kerja yang dikombinasikan dengan empat unit modal. Perusahaan juga dapat mengkombinasikan dua unit tenaga kerja dengan tiga unit modal. Apabila pemilik perusahaan itu bebas (sebagaimana keadaan yang sesungguhnya) dalam jangka panjang untuk memilih setiap bentuk kombinasi modal dan tenaga kerja, maka kombinasi yang akan dipilih supaya dapat memaksimalkan keuntungan adalah dengan kombinasi modal dan tenaga kerja yang mana saja asal mengandung biaya paling rendah (Arfida, 2003).

           Kombinasi tenaga kerja dan modal yang memberikan biaya paling rendah. Perusahaan dapat mencapai isokuan dengan berbagai macam kombinasi tenaga kerja dan modal, termasuk yang diperlihatkan pada titik C, D dan E. Walaupun demikian, perusahaan sebaiknya memilih kombinasi C, karena $60 merupakan kombinasi paling murah.

           Jika tingkat upah harus dinaikkan, maka setiap kemungkinan tingkat output haruslah dihasilkan dengan tenaga kerja yang lebih sedikit dan modal yang lebih banyak. Produsen akan menggantikan modal bagi tenaga kerja dalam jangka panjang agar dapat menghasilkan setiap tingkat output dengan biaya yang terendah.

           Pengetahuan tentang kecenderungan perusahaan dalam jangka panjang membantu untuk mengarahkan pengunaan suatu input yang relatif lebih murah. Hal ini memungkinkan bagi kita untuk membandingkan reaksi perusahaan dalam jangka panjang. Sebagaimana dinyatakan terdahulu, kurva perusahaan VMPP adalah kurva permintaan dalam jangka pendek akan tenaga kerja. Dalam gambar 2.4, perusahaan diasumsikan pada mulanya berada dalam keseimbangan jangka pendek dengan tingkat upah pasar W1, dan tingkat penggunaaan tenaga kerja yang sesuai, N1, yang ditunjukan oleh kurva permintaan perusahan dalam jangka pendek, VMPP1. Kita juga harus mengasumikan bahwa perusahaan berada dalam keseimbangan jangka panjang yang di dalamnya menghasilkan output dengan kombinasi tenaga kerja dan modal yang paling rendah biayanya, misalkan tingkat upah meningkat sampai W2. Dalam jangka pendek, perusahaan akan menemukan bahwa biaya produksinya telah mengalami kenaikkan sehingga mengurangi penggunaan tenaga kerja sampai Ni, sepanjang skedul VMPP-nya. Dalam jangka panjang, perusahaan akan melakukan penyesuaian (modal akan menggantikan tenaga kerja). Jumlah tenaga kerja yang digunakan selanjutnya dalam jangka panjang akan berkurang sampai titik No (Arfida, 2003).

3.      Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang
           Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, karena fleksibilitas yang ditambahkan yang dimiliki perusahaan itu dalam jangka panjang, maka permintaan tenaga kerja perusahaan dalam jangka panjang (Dk) akan bersifat lebih responsif terhadap perubahan suatu tingkat upah (dalam hal ini memperlihatkan perubahan yang lebih besar dalam jumlah permintaaan tenaga kerja) dibandingkan dengan permintaan dalam jangka pendek (VMPP) seperti tertera dalam skedul.

           Kedua, suatu perusahaan yang berada pada keseimbangan jangka panjang haruslah juga berada pada keseimbangan dalam jangka pendek. Karena kurva permintaan jangka panjang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang digunakan sehingga menempatkan perusahaan itu pada keseimbangan jangka panjang, maka setiap titik pada kurva permintaan jangka panjang harus mempunyai kurva permintaan jangka pendek (skedul VMPP) yang melewatinya. Hanya satu kurva permintaan jangka pendek, VMPP1 yang diperlihatkan pada gambar Permintaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang.

           Kurva itu adalah skedul VMPP yang dihubungkan dengan jumlah modal yang dimiliki oleh perusahaan dalam keseimbangannnya berjangka panjang semula. Begitu perusahaan melakukan perubahan terhadap jumlah modal yang digunakannya, maka skedul VMPP mengalami pergeseran pula.

           Dalam jangka panjang, perubahan permintaan akan tenaga kerja dalam bentuk loncatan (shift) dapat terjadi karena pertambahan hasil produksi secara besar- besaran, peningkatan produktivitas kerja karyawan dan penggunaan teknologi baru (Simanjuntak, 1985).

           Pertama, sehubungan dengan usaha- usaha pembangunan ekonomi nasional, biasanya beberapa sektor bertumbuh dengan lambat. Akibatnya penghasilan orang yang bekerja di sektor golongan pertama juga meningkat dengan cepat dibandingkan dengan pertambahan penghasilan mereka yang bekerja di sektor yang pertumbuhannya lambat. Ketimpangan penghasilan seperti itu biasanya merubah pola konsumsi. Golongan yang penghasilannya bertambah dengan cepat biasanya mempunyai tambahan permintaan yang besar akan barang- barang mewah seperti mobil, TV, video, alat- alat musik, pendidikan, rekreasi, dan lain- lain. Tambahan permintaan akan barang- barang tersebut menimbulkan shift dalam permintaan akan tenaga kerja di perusahaan- perusahaan dimana barang tersebut di produksikan.

           Kedua, shift terhadap permintaan tenaga kerja dapat terjadi karena peningkatan produktivitas kerja. Kenyataan menunjukkan bahwa salah satu yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan produktivitas kerja para karyawan. Akan tetapi seperti halnya dengan perbedaan pertumbuhan di beberapa sektor, maka peningkatan produktivitas kerja di sektor- sektor tersebut juga berbeda. Ada sektor- sektor dimana terjadi peningkatan produktivitas kerja yang tinggi sedang di beberapa sektor lain produktivitas kerja bertambah dengan kecil atau tidak bertambah sama sekali.

           Hal ketiga yang mengakibatkan shift dalam permintaan akan tenaga kerja adalah perubahan dalam metoda produksi. Pada tingkat akhir, permintaaan akan tenaga kerja dalam jangka panjang dipengaruhi oleh perubahan- perubahan dalam metode produksi. Adanya kemajuan yang pesat dalam penggunaan komputer dan mini computer menimbulkan permintaan yang pesat akan tenaga- tenaga di bidang tersebut. Akan tetapi tenaga- tenaga untuk pembukuan, dokumentasi dan lain- lain, menjadi relatif berkurang. Jadi perubahan metoda produksi di satu pihak menambah akan permintaan tenaga kerja dalam keahlian tertentu, akan tetapi di lain pihak mengurangi permintaan akan keahlian yang lai
n [2]

4.      Elastisitas Permintaan tenaga kerja
           Elastisitas permintaan tenaga kerja yaitu persentase perubahan kesempatan kerja dalam jangka pendek karena perubahan satu persen tingkat upah.    Permintaan tenaga kerja diatas bersifat elastis karena memiliki elastisitas lebih dari satu dalam nilai absolut. Besar kecilnya elastisitas permintaan tergantung dari substitusi tenaga kerja dengan faktor produksi lain, elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, proporsi biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi, dan elastisitas penawaran dari faktor produksi pelengkap lainnya.

Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor seperti pertanian, keuangan, perdagangan dan lain sebagainya. Tiap sektor mengalami laju pertumbuhan yang berbeda. Laju pertumbuhan yang berbeda tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur  terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Perbedaan laju pertumbuhan pendapatan regional dan kesempatan kerja tersebut, juga menunjukkan perbedaan elastisitas masing-masing sektor untuk penyerapan tenaga kerja. Elastisitas kesempatan kerja (E) yaitu perbandingan laju pertumbuhan kesempatan kerja ∆N/N dengan laju pertumbuhan ekonomi ∆Y/Y. Elastisitas tersebut dapat dinyatakan untuk keseluruhan perekonomian atau masing-masing sektor atau subsektor.

Misalkan pertumbuhan jumlah tenaga kerja per tahun di Jatim tahun 1993-2002 adalah 1,608 dan pertumbuhan PDRB per tahun sebesar 3,747%. Berapa elastisitas kesempatan kerja secara keseluruhan?

Artinya, apabila PDRB propinsi Jawa Timur bertambah satu persen, maka akan terjadi penciptaan kesempatan kerja sebesar 0,429 persen.
Konsep elastisitas ini dapat digunakan untuk meperkirakan pertambahan kesempatan kerja. Bila laju pertumbuhan kesempatan kerja adalah k, dan laju pertumbuhan PDRB adalah g maka laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat dirumuskan:
k = E x g









BAB III
Penutup
          Dapat dikatakan ketenagakerjaan di Indonesia hingga kini masih menghadapi beberapa ketidakseimbangan baik struktural ataupun sektoral. Walaupun telah terjadi pergeseran namun sebagian besar angkatan kerja Indonesia masih bekerja di sektor pertanian. Dalam hubungan ini, maka salah   satu sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan daya guna tenaga kerja. Untuk mewujudkan pendayagunaan tenaga kerja maka perlu dilaksanakan berbagai kebijaksanaan perluasan lapangan kerja produktif. Sasaran utama kebijaksanaan adalah menciptakan kondisi dan suasana yang bukan saja memberi ruang gerak inisiatif yang sebesarbesarnya kepada para pelaku ekonomi tetapi juga sekaligus mendorong serta membantu perkembangan usaha-usaha kecil, usaha-usaha di sektor informal dan usaha-usaha tradisional.

          Permintaan Tenaga kerja, Penawaran Tenaga Kerja Serta Upah secara teoretis harus diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang dilakukan mendekati tujuan yang diinginkan.



DAFTAR PUSTAKA
Armelly. (1995), “Dampak kenaikan Upah Minimum Terhadap Harga dan kesempatan Kerja Study Kasus Industri Tekstil di Indonesia: Pendekatan Analisis Input -Output", Tesis S-2 Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, tidak dipublikasikan.
Atkinson, A.B. (1982). “Ur employment. Wages, and Government Policy”, The Economics Journal, Volume 92, Hal 45-50.
Bellante, Don and Jackson, Mare. (1990). Ekonomi Ketenagakerjaan, LPFE UI, Jakarta. Bilas, Richard A. (1989). Teori Mikroekonomi. Jakarta: Erlangga.
Brown, Charles; Curtis Gilray and Andrew Kohen. (1982). "The effects of minimum wage on employment and unemployment", Journal of Economics Literature, VoLXX, Juni 1982.
Dornbush, R and Stanly Fisher. (1994). Macroeconomics. 6th edition. McGraw Hill, New York.
Fehr, E. Kirchstein, G. and Riedl, A. (1996). "Involuntary Unemployment and Non-Compensating Wage Differentials in An Experimental Labour Market", The Economic Journal. 106 (Januari), 106 -121.
Majalah Nakertrans Edisi -03 T-l. XXXIV-Juni 2004
Maliyaud, E. (1982). "Wages and unemployment". The Economics Journal. Vol 92.
http://www. Nakertrans.go.id/ousdatinnaker/BPS
Diah, (2012). Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil (Studi Kasus Di Sentra Industri Kecil Ikan Asin Di Kota Tegal). Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012







[1] http://newtrons-ok.blogspot.co.id/p/permintaan-tenaga-kerja.html
[2] Diah, (2012). Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil (Studi Kasus Di Sentra Industri Kecil Ikan Asin Di Kota Tegal). Skripsi S1, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Tahun 2012


Thursday 13 October 2016

Larangan Riba dalam Al Qur’an dan As Sunnah


E.      Larangan Riba dalam Al Qur’an dan As Sunnah

Ummat Islam dilarang mengambil riba apa pun jenisnya. Larangan supaya ummat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surat dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah.

1. Larangan Riba dalam Al Qur’an
Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak ditu-runkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap. [45]

Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah .

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S. Ar Rum: 39).

Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah I mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An Nisa: 160-161)

Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130).

Ayat ini turun pada tahun ke 3 hijriyah. Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat-ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada saat itu.

Demikian juga ayat ini harus dipahami secara komprehensif dengan ayat 278-279 dari Surat al Baqarah yang turun pada tahun ke 9 Hijriyah. (Keterangan lebih lanjut, lihat pembahasan “Alasan Pem-benaran Pengambilan Riba”, point “Berlipat-Ganda”).

Tahap terakhir, Allah I dengan jelas dan tegas mengharam-kan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q.S. Al Baqarah: 278-279)

Ayat ini baru akan sempurna kita pahami jikalau kita cermati bersama asbabun nuzulnya. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabary meriwayatkan bahwa:
“Kaum Tsaqif, penduduk kota Thaif, telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah  bahwa semua hutang mereka, demikian juga piutang (tagihan) mereka yang ber-dasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathul Makkah, Rasulullah menunjuk Itab bin Usaid sebagai Gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya. Adalah Bani Amr bin Umair bin Auf yang senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani Mughirah dan sejak zaman jahiliyah Bani Mughirah senantiasa membayarnya dengan tambahan riba. Setelah kedatangan Islam, mereka tetap memiliki kekayaan dan asset yang banyak. Maka datanglah Bani Amr untuk menagih hutang dengan tambahan (riba) dari Bani Mughirah - seperti sediakala - tetapi Bani Mughirah setelah memeluk Islam menolak untuk memberikan tambahan (riba) tersebut. Maka dilaporkanlah masalah tersebut kepada Gubernur Itab bin Usaid. Menanggapi masalah ini Gubernur Itab langsung menulis surat kepada Rasulullah dan turunlah ayat di atas. Rasulullah lantas menulis surat balasan kepada Gubernur Itab ‘jikalau mereka ridha dengan ketentuan Allah di atas maka itu baik, tetapi jikalau mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka.” [46]

~~ * * * ~~





Footnote :
[45] Penjelasan lebih luas, lihat Sayyid Quthb “Tafsir Ayat ar-Riba” dan Abul-A’la al-Maududi, Riba. (Lahore: Islamic Publication, 1951)
[46] Tafsir ath-Thabari, vol. VI, hlm.33

Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Halaman : 48 - 51

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )




Konsep Bunga di Kalangan Kristen

3.      Konsep Bunga di Kalangan Kristen
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6: 34 – 5 sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan bunga.

Ayat tersebut menyatakan :
“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.”

Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktekkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII - XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga.

a.      Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I - XII)
Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen.

1)      St. Basil (329 - 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.

2)      St. Gregory dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktek bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.

3)      St. John Chrysostom (344 - 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru.
4)      St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir).

5)      St. Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin.

6)      St. Anselm dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan.



Larangan praktek bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon), yaitu sebagai berikut :
1)      Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan.
2)      Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga.
3)      First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktekkan bunga.
4)      Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).

 Pandangan para pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut :
1)      Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan.
2)      Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
3)      Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
4)      Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.
5)      Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.


b.      Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII - XVI)
Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinjaman untuk memberi modal kerja kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Pasar uang perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku bunga pasar secara meluas.

Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan, bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta perbedaan antara dosa individu dan kelompok.

Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah Robert of Courcon (1152-1218), William of Auxxerre (1160-1220), St. Raymond of Pennaforte (1180-1278), St. Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas Aquinas (1225-1274).

Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut :

1)      Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.

2)      Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang.


C.      Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI - Tahun 1836)

Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500 - 1566), Claude Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan Zwingli (1484-1531).

Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:
1.      Dosa apabila bunga memberatkan.
2.      Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).
3.      Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
4.      Jangan mengambil bunga dari orang miskin.

Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang seder-hana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif. Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual uang dengan uang adalah seperti perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.

~~ * * * ~~



Footnote :

Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Halaman : 45 - 48

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )