3. Konsep Bunga di Kalangan Kristen
Kitab Perjanjian Baru tidak
menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani
menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6: 34 – 5 sebagai ayat yang
mengecam praktek pengambilan bunga.
Ayat tersebut menyatakan :
“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu
kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah
jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka
menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik
kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan
besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik
terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang
jahat.”
Ketidaktegasan ayat tersebut
mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama
Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktekkan pengambilan
bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan
menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I
hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII -
XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis
Kristen (abad XVI - tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan
bunga.
a.
Pandangan Para Pendeta Awal Kristen
(Abad I - XII)
Pada masa ini, umumnya pengambilan
bunga dilarang. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab
Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen.
1) St. Basil (329 - 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak
berperikemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari
orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air
mata dan kesusahan orang miskin.
2) St. Gregory dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktek bunga karena menurutnya pertolongan melalui
pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat
menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam.
3) St. John Chrysostom (344 - 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian
Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut
Perjanjian Baru.
4) St. Ambrose
mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir).
5) St. Augustine
berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan
dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok,
satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin.
6) St. Anselm dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap bunga sama dengan
perampokan.
Larangan praktek bunga juga
dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon), yaitu sebagai
berikut :
1)
Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja
gereja mempraktekkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka
pangkatnya akan diturunkan.
2)
Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja
mempraktekkan pengambilan bunga.
3)
First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat
para pekerja gereja yang mempraktekkan bunga.
4)
Larangan
pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun
1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu
yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
Pandangan para pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1)
Bunga
adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang
yang dipinjamkan.
2)
Mengambil
bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru.
3)
Keinginan
atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu
dosa.
4)
Bunga
harus dikembalikan kepada pemiliknya.
5)
Harga
barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang
terselubung.
b.
Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad
XII - XVI)
Pada masa ini terjadi perkembangan
yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut,
uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinjaman untuk
memberi modal kerja kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII.
Pasar uang perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong
terwujudnya suku bunga pasar secara meluas.
Para sarjana Kristen pada masa ini
tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk
kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga
mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk
undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan,
bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta perbedaan antara
dosa individu dan kelompok.
Mereka dianggap telah melakukan
terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka
untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi
interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan,
sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang
memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini
adalah Robert of Courcon (1152-1218), William of Auxxerre (1160-1220), St.
Raymond of Pennaforte (1180-1278), St. Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas
Aquinas (1225-1274).
Kesimpulan hasil bahasan para sarjana
Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut :
1)
Niat
atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah
suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.
2)
Mengambil
bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari
niat si pemberi hutang.
C. Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI - Tahun 1836)
Pendapat para reformis telah mengubah
dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain
adalah John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500 - 1566), Claude
Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan
Zwingli (1484-1531).
Beberapa pendapat
Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:
1.
Dosa
apabila bunga memberatkan.
2.
Uang
dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).
3.
Tidak
menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
4.
Jangan
mengambil bunga dari orang miskin.
Du Moulin mendesak agar pengambilan
bunga yang seder-hana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk
kepentingan produktif. Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua
pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual
uang dengan uang adalah seperti perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk
melarang orang yang akan menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya
pula, agama tidak perlu repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan
bunga.
~~ * * * ~~
Footnote :
Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Halaman : 45 - 48
Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec.
( Nio Gwan Chung )