BAB KETIGA: PERBEDAAN ANTARA BANK
SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL
Dalam
beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang
digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP,
proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak
perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal,
struktur organisasi, usaha yang di biayai, dan lingkungan kerja.
A. AKAD DAN ASPEK LEGALITAS
Dalam bank syariah, akad yang
dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan
berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar lesepakatan/
perjanjian yang telah di lakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif
belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki
pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah
nanti.[26]
Setiap akad dalam perbankan syariah,
baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus
memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut.
1.
Rukun
Seperti :
-
Penjual.
-
Pembeli.
-
Barang.
-
Harga.
-
Akad/ijab-qabul.
2.
Syarat
Seperti syarat berikut.
- Barang
dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi
batal demi hukum syariah.
-
Harga
barang dan jasa harus jelas.
- Tempat
penyerahan (delivery) harus jelas
karena akan berdampak pada biaya transportasi.
- Barang
yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual
sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.
B. LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
Berbeda dengan perbankan
komvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan
atara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di
peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi
syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi
dana tau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan
Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh
Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.[27]
C. STRUKTUR ORGANISASI
Bank syariah dapat memiliki struktur
yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi,
tetapi unsur yang amat membedakan antar bank syariah dan bak konvensional adlah
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional
bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan pengawas Syariah biasanya
diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini
untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas
Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah
dilakukan oleh rapat umum pemegang saham, setelah para anggota dewan pengawas
syariah itu mendapat rekomendasi dari dewan syariah Nasional.
1.
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Peran utama para ulama dalam Dewan
Pengawas Syariah adalh mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar
selalusesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena
transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika
dibandingkan bank konvensional. Karena itu, dioerlukan garis panduan(guidelines) yang mengatusnya. Garis
panduan ini disuse dan ditentkan oleh Dewan Syariah Nasional. [28]
Dewan Pengawas Syariah harus membuat
pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya
telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam
laporan tahunan (annual report) bank
bersangkutan.
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah
adalah meneliti dan membuat rekomenasi produk baru dari bank yang di awasinya.
Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama
sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah
Nasional. Mekanisme kerja DPS dapat digambarkan sebagai berikut.
2.
Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangnya lembaga
keuangan syariah di Tanah Air, berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan
mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di
masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus di syukuri,
tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya
kemungkinantimbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu
tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI
sebagai paying dari lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap
perlu dibentuknya sati dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi
seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini
kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN.
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada
tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada
bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah MUI
dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan
oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa
anggota.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional
adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai
dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga
lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan
sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan
produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum
islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga- lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-
produknya.
Fungsi lain dari
Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk- produk
yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk- produk baru tersebut
harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas
Syariah pada lembaga yang bersangkutan.
Selain itu, Dewan
Syarian Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan
ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
Dewan Syariah
Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga
jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah
ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional telah menerima
laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal
tersebut.
Jika lembaga
keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan
Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank
Indonesia dan departemen keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan
tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan- tindakannya yang tidak sesuai
dengan syariah.[29] secara garis besar, tugas dan mekanisme kerja DSN dapat
digambarkan sebagai berikut.
D.
BISNIS DAN USAHA YANG DIBIAYAI
Dalam perbankan syariah, bisnis dan usaha yang dijalanan
tidak terlepas dari saringan syariah. Oleh karena itu bank syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.[30]
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui
sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagi berikut.
1. Apakah objek pembiayaan halal atau
haram ?
2. Apakah proyek menimbulkan
kemudharatan untuk masyarakat ?
3. Apakah proyek yang berkaitan dengan
perbuatan mesum/ asusila ?
4. Apakah proyek berkaitan dengan
perjudian ?
5. Apakah usaha itu berkaitan dengan
industri senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata
pembunuh massal ?
6. Apakah proyek dapat merugikan syiar
Islam, baik secara langsung maupun secara tidak langsung ?
E.
LINGKUNGAN KERJA DAN CORPORATE
CULTURE
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang
sejalan dengan syariah. Dalam hal etika misalnya sifat amanah, dan siddiq harus
dilandasi pada setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim
yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional (fatanah)
dan mampu melakukaan tugas secara team-work
dimana fungsi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian juga
dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan
yang sesuai dengan syariah.[31]
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para
karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan
yang membawa nama besar islam, sehingga tidak aurat yang terbuka dan tingkah
laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus
senantiasa terjaga, Nabi saw. mengatakan senyum adalah sedekah.
F.
PERBANDINGAN ANTARA BANK SYARIAH DAN
KONVENSIONAL
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional
disajikan dalam table berikut.
BANK
SYARIAH
|
BANK
KONVENSIONAL
|
1
|
Melakukan investasi-investasi yang
halal saja.
|
Investasi yang halal dan haram
|
2
|
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli,
atau sewa.
|
Memakai perangkat bunga.
|
3
|
Profit dan falah oriented [32]
|
Profit oriented
|
4
|
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan kemitraan
|
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk
hubungan debitor-debitor
|
5
|
Penghimpunan dan penyaluran dana harus
sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
|
Tidak terdapat dewan sejenis
|
~~ * * * ~~
Footnote :
[26] Afzalur
Rahman, Economic Dotrines of Islam (Lahore Islamic Publication, 1990)
[27] Lihat buku Arbitrase Islam Di Indonesia (1994)
karya penulis bersama rekan-rekan editorial lainnya.
[28] Pembahasan lebih
lanjut tentang tugas dan fungsi DPS pada lembaga keuangan Islam internasional,
lihat AAOIFI, Accounting And Auditing And
Governance Standards For Islamic Financial Institution. (Bahrain :
Accounting And Auditing Organization For Islamic Financial Institution [AAOIFI]
Manama, 1999. Chapter “Governance”, hlm 1-19)
[29] Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank
Syariah (Jakarta: Bank Indonesia, 1999).
[30] Muhammad Syafi’i
Antonio, “Prinsip Dan Etika Bisnis Dalam
Islam”, Paper Dipresentasikan di Institute Agama Islam Negeri (IAIN)
Sumatra utara, 1994
[31] Afzalur Rahman, Islamic Doctrine on Banking and Insurance
Muslim Trust Company (Muslim Trust Company, 1980)
[32] Falah berarti
mencari kemakmuran di dunia dan kebahagian di akhirat.
Daftar
Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 29 – 34
Meteri ini
dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr.
Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )