This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Traveling to Sabang Island

Janganlah berjalan di belakangku, karena mungkin aku tak bisa memimpinmu. Jangan pula berjalan di depanku, mungkin aku tak bisa mengikutimu. Berjalanlah di sampingku dan jadilah sahabatku.

Tebing With Dormitori's Friends

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Gurutee Montain

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Camping

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, 16 September 2016

Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

BAB KETIGA: PERBEDAAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL

            Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang di biayai, dan lingkungan kerja.

A.     AKAD DAN ASPEK LEGALITAS
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar lesepakatan/ perjanjian yang telah di lakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.[26]
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut.

1.      Rukun
Seperti :
-          Penjual.
-          Pembeli.
-          Barang.
-          Harga.
-          Akad/ijab-qabul.

2.      Syarat
Seperti syarat berikut.
-      Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
-          Harga barang dan jasa harus jelas.
-         Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.
-     Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.


B.     
LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
Berbeda dengan perbankan komvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan atara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dana tau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.[27]


C.     
STRUKTUR ORGANISASI
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antar bank syariah dan bak konvensional adlah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham, setelah para anggota dewan pengawas syariah itu mendapat rekomendasi dari dewan syariah Nasional.


1.      Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalh mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalusesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena itu, dioerlukan garis panduan(guidelines) yang mengatusnya. Garis panduan ini disuse dan ditentkan oleh Dewan Syariah Nasional. [28]
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan.
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomenasi produk baru dari bank yang di awasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Mekanisme kerja DPS dapat digambarkan sebagai berikut.


  
2.      Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Tanah Air, berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus di syukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinantimbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai paying dari lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap perlu dibentuknya sati dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN.
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah MUI dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut,  Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah  yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga- lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk- produknya.
Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk- produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk- produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan.
Selain itu, Dewan Syarian Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan departemen keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan- tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah.[29] secara garis besar, tugas dan mekanisme kerja DSN dapat digambarkan sebagai berikut.




D.    
BISNIS DAN USAHA YANG DIBIAYAI
Dalam perbankan syariah, bisnis dan usaha yang dijalanan tidak terlepas dari saringan syariah. Oleh karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.[30]
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagi berikut.
1.      Apakah objek pembiayaan halal atau haram ?
2.      Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ?
3.      Apakah proyek yang berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila ?
4.      Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ?
5.      Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ?
6.      Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun secara tidak langsung ?


E.     
LINGKUNGAN KERJA DAN CORPORATE CULTURE
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika misalnya sifat amanah, dan siddiq harus dilandasi pada setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional (fatanah) dan mampu melakukaan tugas secara team-work dimana fungsi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian juga dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.[31]
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar islam, sehingga tidak aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga, Nabi saw. mengatakan senyum adalah sedekah.


F.       PERBANDINGAN ANTARA BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam table berikut.

BANK SYARIAH
BANK KONVENSIONAL
1
Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
Investasi yang halal dan haram
2
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli, atau sewa.
Memakai perangkat bunga.
3
Profit dan falah oriented [32]
Profit oriented
4
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-debitor
5
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat dewan sejenis


~~ * * * ~~





Footnote :
[26] Afzalur Rahman, Economic Dotrines of Islam (Lahore Islamic Publication, 1990)
[27] Lihat buku Arbitrase Islam Di Indonesia (1994) karya penulis bersama rekan-rekan editorial lainnya.
[28] Pembahasan lebih lanjut tentang tugas dan fungsi DPS pada lembaga keuangan Islam internasional, lihat AAOIFI, Accounting And Auditing And Governance Standards For Islamic Financial Institution. (Bahrain : Accounting And Auditing Organization For Islamic Financial Institution [AAOIFI] Manama, 1999. Chapter “Governance”, hlm 1-19)
[29] Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah (Jakarta: Bank Indonesia, 1999).
[30] Muhammad Syafi’i Antonio, “Prinsip Dan Etika Bisnis Dalam Islam”, Paper Dipresentasikan di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatra utara, 1994
[31] Afzalur Rahman, Islamic Doctrine on Banking and Insurance Muslim Trust Company (Muslim Trust Company, 1980)
[32] Falah berarti mencari kemakmuran di dunia dan kebahagian di akhirat.


Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 29 – 34  

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )


Perkembangan Bank Syariah di Indonesia


D. PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

1.       Latar Belakang Bank Syari’ah
Berkembangnya bank-bank syari’ah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syari’ah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien azis, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitut Tamwil – Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti.
Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional I MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait

2.      PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 miliar.
Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makassar.
Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syari’ah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syari’ah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, tidak terdapat rincian ladasan hukum syari’ah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini sangat jelas tercermin dari UU No.7 Tahun 1992, di mana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas dan merupakan “sisipan” belaka.

3.      Era reformasi dan perbankan syariah
Perkembanga perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undan- Undang No. 10 Tahun 1998. Dalam Undang- Undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank Syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi Bank Konvensional untuk membuka cabang Syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi Bank Syariah.
Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian Bank Konvensional tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang Syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi Bank Syariah. Hal demikian diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari seluruh bagian perbankan, terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan), Kredit, Pengawasan, Akuntansi, Riset, dan Moneter.[24]

a.      Bank Umum Syariah
Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan Bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasional pada Prinsip Syariah. Secara struktural, BSM berasal dari Bank Susila Bakti (BSB), sebagai salah satu anak perusahaan di lingkup Bank Mandiri (ex BDN), yang kemudian dikonversikan menjadi Bank Syariah secara utuh. Dalam rangka melancarkan proses konversi menjadi  Bank Syariah, BSM menjalin kerjasama dengan Tazkia Institute, terutama dalam bidang pelatihan dan pendampingan konversi.
Sebagai salah satu Bank yang dimiliki oleh Bank Mandiri yang memiliki aset ratusan triliun dan networking yang sangat luas, Bank Syariah Mandiri memiliki beberapa keunggulan komparatif dibandingkan pendahulunya. Demikian juga perkembangan politik terakhir di Aceh menjadi blessing in disguise bagi Bank Syariah Mandiri. Hal ini karena Bank Syariah Mandiri menyerahkan seluruh cabang Bank Mandiri yang ada di  Aceh kepada Bank Syariah Mandiri untuk dikelola secara Sistem Syariah. Hal  ini jelas akan meningkatkan secara pesat aset Bank Syariah Mandiri dari posisi pada akhir tahun 1999 sejumlah Rp 400 miliar menjadi di atas 2 hingga 3 triliun. Perkembangan ini diikuti pula dengan peningkatan jumlah cabang Bank Syariah Mandiri, yaitu dari 8 cabang menjadi 20 cabang.

b.      Cabang Syariah dari bank Konvensional
Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pascareformasi adalah diperkenankannya konversi cabang bank Umum konvensional menjadi cabang syariah. [25]
Beberapa bank yang sudah dan akan membuka cabang syariah di antaranya :
1.      Bank IFI (membuka cabang Syariah pada 28 Juni 1999)
2.      Bank Niaga (akan membuka cabang syariah)
3.      Bank BNI `46 (telah membuka 5 cabang Syariah)
4.      Bank BTN (akan membuka cabang Bank Syariah)
5.      Bank Mega (akan mengkonversi satu anak Bank Konvensionalnya menjadi Bank Syariah)
6.      Bank BRI (telah membuka cabang Syariah)
7.      Bank BUKOPIN (telah melakukan konversi menjadi Bank Syariah di cabang Aceh)
8.      BPD JABAR (telah membuka cabang Syariah di Bandung)
9.      BPD Aceh (tengah menyiapkan SDM untuk konversi cabang Syariah)

Catatan: data per November 2000

~~ * * * ~~




Footnote :
[23] bank Muamalat, Annual Report (Jakarta,1999)
[24] Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah (Jakarta: Bank Indonesia,1999)
[25] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Bagi Bankir Dan Praktisi Keuangan (Jakarta; Central Bank of Indonesia and Tazkia Institute, 1999)

Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 25 – 28

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )



Perkembangan Bank- Bank Syari’ah Di Berbagai Negara


C. PERKEMBANGAN BANK-BANK SYARI’AH DI BERBAGAI NEGARA

1.      Pakistan
Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal juli 1979, sistim bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi, yaitu: National Investment (unit trust), House Building Finance (pembiayaan sektor perumahan) dan mutual fund of the investment corporation of Pakistan (kerjasama investasi). Pada tahun 1979-1980, pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan.
Pada tahun 1981, seiring diberlakukannya undang - undang perusahaan mudharabah dan murabahah, mulailah beroperasi 7000 cabang bank komersial nasional diseluruh Pakistan dengan mengunakan sistim bagi hasil. Pada awal tahun 1985, seluruh sistim perbankan Pakistan di konversi dengan sistim yang baru, yaitu sistim perbankan syariah.

2.      Mesir
Bank syariah pertama yang didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan Maret 1978, dan berhasil membukukan hasil mengesankan dengan total asset sekitar 2 milyar dolar AS pada 1986 dan tingkat keuntungan sekitar 106 juta dolar AS. Selain Faisal Islamic Bank for Investment dan Development yang beroperasi dengan mengunakan instrument keuangan Islam dan menyediakan jaringan yang luas. Bank ini beroperasi, baik sebagai bank investasi (investment Bank), bank perdagangan (merchant bank), maupun bank komersial (commercial bank).

3.      Siprus
Faisal Islamic Bank of Kibris (siprus) mulai beroperasi padaMaret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yang memiliki 2 cabang di Siprus dan 1 cabang di Istanbul. Dalam sepuluh bulan awal beroperasinya, bank tersebut telah melakukan pembiayaan dengan skema murabahah senilai sekitar TL 450 juta (TL atau Turkey Lira, mata uang Turki). 
Bank ini juga melakukan pembiayaan dengan skema musyarakah dan mudharabah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah. Kehadiran bank Islam di Siprus telah mengerakan masyarakat untuk menabung, bank ini beroperasi dengan mendatangi desa-desa, pabrik dan sekolah dengan mengunakan kantor kas (mobil) keliling untuk mengumpulkan tabungan masyarakat. Selain kegiatan-kegiatan diatas, mereka juga mengelola dana-dana lainnya seperti al qardhul hasan dan zakat.

4.      Kuwait
Kuwait Finance House didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistim tanpa bunga. Institusi ini memiliki 8 cabang di Kuwait, dan telah menunjukkan perkembangan yang cepat. Selama 2 tahun saja, yaitu 1980 – 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar KD 149 juta menjadi KD 474 juta. Pada akhir tahun 1985, total aset mencapai KD 803 juta dan tingkat keuntungan bersih mencapai KD 17 juta (satu dinar Kuwait ekuivalen dengan 4 hingga 5 dolar US).

5.      Bahrain
            Bahrain merupakan off-shore banking heaven terbesar di timur tengah. Di negeri yang hanya berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa (per desember 1999) tumbuh sekitar  220 lokal dan off-shore banks. Tidak kurang dari 22 di antaranya beroperasi berdasarkan syariah. Di antara bank-bank yang beroperasi secara syariah tersebut adalah Citi Islamic Bank Of Bahrain (Anak Perusahaan Citi Corp.N.A), Faisal Islamic Bank Of Bahrain, Dan Al-Barakah Bank.

6.      Uni Emirat Arab
Dubai Islamic Bank merupakan salah satu pelopor bank syariah. Didirikan pada tahun 1975 investasinya meliputi bidang perumahan, proyek-proyek industri, dan aktivitas komersial. Selama beberapa tahun, para nasabahnya telah menerima keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional. 

7.      Malaysia 
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983, dengan 30% modal merupakan milik pemerintah federal. Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tuhjuh puluh cabang yang tersebar hampir di setiap negara bagian dan kota-kota Malaysia.
Sejak beberapa tahun yang lalu, BIMB telah tercatat sebagai Listed-Public Company dan mayoritas sahamnya dikuasai oleh lembaga urusan dan tabungan haji.
Pada tahun 1999, di samping BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putra Muamalah. Bank ini merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putra yang baru saja melakukan merger dangan Bank Of Commerce.
Di negeri jiran ini, di samping Full Pledge Islamic Banking, Pemerintah Malaysia Memperkenankan juga sistem Islamic Window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional.[21]

8.      Iran
a.      Ide pengembangan perbankan syariah di Iran sesungguhnya bermula sesaat sejak Revolusi Islam Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini pada tahun 1979, sedangkan perkembangan dalam arti riil baru dimulai sejak januari tahun 1984
b.      Berdasarkan ketentuan/ undang-undang yang disetujui pemerintah pada bulan agustus 1983. Sebelum undang-undang tersebut dikelarkan  sebenarnya telah terjadi transaksi sebesar lebih dari 100 milyar rial yang diadministrasikan sesuai dengan sistem syariah.
c.       Islamisasi sistem perbankan di Iran ditandai dengan nasionalisasi seluruh industry perbankan yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar :
1.      Perbankan komersial
2.      Lembaga pembiayaan khusus.

Dengan demikian, sejak dikeluarkan undang-undang perbankan islam (1983), seluruh sistem perbankan di Iran otomatis berjalan sesuai syariah di bawah kontrol penuh pemerintah.


9.      Turki
Sebagai negara yang berideologi sekuler, Turki termasuk negeri yang cukup awal yang memiliki perpankan syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al Maal al Islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan bagi hasil. Menurut ketentuan Bank sentral Turki, bank syariah diatur dalam satu yurisdiksi khusus. Setelah DMI berdiri, pada bulan desember 1984 didirikan pula Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi pada bulan april 1985. Disamping dua lembaga tersebut, turki memiliki ratusan – jika tidak ribuan – lembaga waqaf (vaafi organiyasyomu) yang memberikan fasilitas pinjaman dan bantuan kepada masyarakat.

~~ * * * ~~


Footnote :
[21] Bank Islam Malaysia Berhad, Islamic Bank Practice From The Practitioner’s Prespektive,(Kuala Lumpur,1994)


Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 23 - 25

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )