Friday, 16 September 2016

Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

BAB KETIGA: PERBEDAAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL

            Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi computer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang di biayai, dan lingkungan kerja.

A.     AKAD DAN ASPEK LEGALITAS
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar lesepakatan/ perjanjian yang telah di lakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.[26]
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut.

1.      Rukun
Seperti :
-          Penjual.
-          Pembeli.
-          Barang.
-          Harga.
-          Akad/ijab-qabul.

2.      Syarat
Seperti syarat berikut.
-      Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
-          Harga barang dan jasa harus jelas.
-         Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.
-     Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.


B.     
LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
Berbeda dengan perbankan komvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan atara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dana tau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.[27]


C.     
STRUKTUR ORGANISASI
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antar bank syariah dan bak konvensional adlah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham, setelah para anggota dewan pengawas syariah itu mendapat rekomendasi dari dewan syariah Nasional.


1.      Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalh mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalusesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena itu, dioerlukan garis panduan(guidelines) yang mengatusnya. Garis panduan ini disuse dan ditentkan oleh Dewan Syariah Nasional. [28]
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan.
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomenasi produk baru dari bank yang di awasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Mekanisme kerja DPS dapat digambarkan sebagai berikut.


  
2.      Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Tanah Air, berkembang pulalah jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus di syukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinantimbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai paying dari lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap perlu dibentuknya sati dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk didalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN.
Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah MUI dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan Sekretaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekretaris serta beberapa anggota.
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut,  Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah  yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga- lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk- produknya.
Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk- produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk- produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan.
Selain itu, Dewan Syarian Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan jika Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut.
Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan departemen keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak mengembangkan lebih jauh tindakan- tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah.[29] secara garis besar, tugas dan mekanisme kerja DSN dapat digambarkan sebagai berikut.




D.    
BISNIS DAN USAHA YANG DIBIAYAI
Dalam perbankan syariah, bisnis dan usaha yang dijalanan tidak terlepas dari saringan syariah. Oleh karena itu bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung didalamnya hal-hal yang diharamkan.[30]
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagi berikut.
1.      Apakah objek pembiayaan halal atau haram ?
2.      Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat ?
3.      Apakah proyek yang berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila ?
4.      Apakah proyek berkaitan dengan perjudian ?
5.      Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal ?
6.      Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun secara tidak langsung ?


E.     
LINGKUNGAN KERJA DAN CORPORATE CULTURE
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika misalnya sifat amanah, dan siddiq harus dilandasi pada setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional (fatanah) dan mampu melakukaan tugas secara team-work dimana fungsi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Demikian juga dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.[31]
Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar islam, sehingga tidak aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga, Nabi saw. mengatakan senyum adalah sedekah.


F.       PERBANDINGAN ANTARA BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam table berikut.

BANK SYARIAH
BANK KONVENSIONAL
1
Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
Investasi yang halal dan haram
2
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual-beli, atau sewa.
Memakai perangkat bunga.
3
Profit dan falah oriented [32]
Profit oriented
4
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-debitor
5
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat dewan sejenis


~~ * * * ~~





Footnote :
[26] Afzalur Rahman, Economic Dotrines of Islam (Lahore Islamic Publication, 1990)
[27] Lihat buku Arbitrase Islam Di Indonesia (1994) karya penulis bersama rekan-rekan editorial lainnya.
[28] Pembahasan lebih lanjut tentang tugas dan fungsi DPS pada lembaga keuangan Islam internasional, lihat AAOIFI, Accounting And Auditing And Governance Standards For Islamic Financial Institution. (Bahrain : Accounting And Auditing Organization For Islamic Financial Institution [AAOIFI] Manama, 1999. Chapter “Governance”, hlm 1-19)
[29] Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah (Jakarta: Bank Indonesia, 1999).
[30] Muhammad Syafi’i Antonio, “Prinsip Dan Etika Bisnis Dalam Islam”, Paper Dipresentasikan di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatra utara, 1994
[31] Afzalur Rahman, Islamic Doctrine on Banking and Insurance Muslim Trust Company (Muslim Trust Company, 1980)
[32] Falah berarti mencari kemakmuran di dunia dan kebahagian di akhirat.


Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 29 – 34  

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )


Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment