This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Traveling to Sabang Island

Janganlah berjalan di belakangku, karena mungkin aku tak bisa memimpinmu. Jangan pula berjalan di depanku, mungkin aku tak bisa mengikutimu. Berjalanlah di sampingku dan jadilah sahabatku.

Tebing With Dormitori's Friends

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Gurutee Montain

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Camping

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Friday, 19 August 2016

Pembentukan Bank- Bank Syariah

Salah Satu Mesjid Kecil di Nagan Raya Aceh

B. PEMBENTUKAN BANK- BANK SYARIAH

Berdirinya IDB telah memotivasi banyak Negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Kerja keras mereka membuahkan hasil, pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki.

Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan kedalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Commercial Bank). Kedua, lembaga Investasi dalam bentuk international holding companies.

Bank-Bank yang masuk ketegori pertama diantaranya:
1.             Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan)
2.             Kuwait Finance House
3.             Dubai Islamic Bank
4.             Jordan Islamic Bank for finance and investment
5.             Bahrain Islamic Bank
6.             Islamic International Bank for Investment and Development (Mesir)

Adapun yang termasuk kategori kedua:
1.            Daar al-Mall al-Islami (Jenewa)
2.            Islamic Investment Company of the gulf
3.            Islamic Investment Company (Bahama)
4.            Islamic Investment Company (Sudan)
5.            Bahrain Islamic Investment Bank (Manama)
6.            Islamic Investment House (Amman)


Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman :

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )


Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah


Salah Satu Mesjid di Aceh Jaya

A.     Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah 

Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern: neorevivalis dan modernis [11]. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.

Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika [12].

Suatu hal yang patut juga dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase-Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiories yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharf, mantan direktur utama bank Islam Denmark yang kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah partner baru pembangunan.[13]

1.      Mit Ghamr Bank
Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah - Rintisan perbankan syariah mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr bank Binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam.[14]

2.      Islamic Development Bank
Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah - Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks), dikaji para ahli dari delapan belas negara Islam.[15]

Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam.

Proposal tersebut antara lain mengusulkan untuk:
1.      Mengatur transaksi komersial natar Negara islam.
2.      Mengatur institusi pembangunan dan investasi
3.      Merumuskan masalah transfer,kliring,serta settlement antar bank sentral di Negara Islam sebagai langkah awal menuju terbentuknya system ekonomi islam yang terpadu.
4.      Membantu mendirikan institusi sejenis bank sentral syariah di Negara islam.
5.      Mendukung upaya-upaya bank sentral di Negara islam dalam hal pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan kerja islam.
6.      Mengatur administrasi dan mendayagunakan dana zakat.
7.      mengatur kelebihan likuiditas bank-bank sentral negara islam

Selain hal tersebut, diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi Dan Pembangunan Negara-Negara Islam (Investment And Development Body Of Islamic Contries). Badan tersebut akan tersebut akan berfungsi sebagai berikut:
a.      Mengatur investasi modal islam
b.      Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di negara islam
c.       Memilih lahan atau sector yang cocok untuk investasi dan mengatur penelitiannya.
d.      Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang untuk investasi regional di negara-negara islam.

Sebagai rekomendasi tambahan, proposal tersebut mengusulkan pembentukan perwakilan-perwakilan khusu yaitu Asosiasi Bank-Bank Islam sebagai badan konsultasi untuk maslah-msalah ekonomi dan perbankan syariah. Tugas badan ini diantaranyamenyediakan bantuan teknis bagi Negara-negara islam yang ingin mendirikan bank syariah dan lembaga keuangan syariah. Bentuk dukungan teknis tersebut dapat berupa pengiriman para ahli ke Negara tersebut, penyebaran atau sosialisasi system perbankan islam, dan saling tukar informasi dan pengalaman antar Negara islam. [16]

Pada sidang Menteri Luar Negeri OKI DI Benghazi,Libya,Maret 1973,usulan tersebut kembali diagendakan. Sidang kemudian juga memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973,komite ahli yang mewakili Negara-negara islam penghasil minyak,bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian bank Islam. Rancangan Pendririan bank tersebut, berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,dibahas patda pertemuan kedua,Mei 1974.

Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah 1975,menyetujuia rancangan Pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB). Dengan modal awal 2 milyar dinar Islam atau ekuivalen 2 milyar SDR. Semua Negara anggota OKI menjadi anggota IDB.

Pada tahun awal beroperasinya IDB mengalami banyak hambatan masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat dari 22 negara menjadi 43 negara. IDB juga terbukti mampu memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan Negara islam untuk pembangunan.Bank ini memberikan pinjaman bungan untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada Negara angogota berdasarkan partisipasi modal Negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang menggunakan system Murabahah dan Ijarah.


3.      Islamic Research and Training Institute
Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah - IDB juga membantu mendirikan bank-bank syariah di berbagai negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah intitut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disangkat IRTI (Islamic Research and Training Institute). [17]

Footnote :
[11] Abdullah Saed, Islamic Banking And Interest: A Study Of Probihition Of Riba And Its Contemporary Interpretation, (Leiden: EJ Brill, 1996)
[12] Khursid Ahmad, “Islamic finance dan banking: The Chlallenge of the 21st century”, dalam imtiyazuddin Ahmad (ed.), Islamic banking dan concept, the practice and the chellenge (plain-field: the Islamic: society of north amerika, 1999)
[13] Traute Wohler  Scharf, Arab And Islamic Bank: New Business Partner For Developing Contries (Paris: Development Center Of Organization For Economic Corporation And Development: 1983)
[14] Ahmad El- Najjar, Bank Bila Fawaid Ka Istiratijiyah Lil Tanmiyah Al-Iqtishadiyyah (Jeddah, King Abdul Aziz University Press, 1972)
[15] Abdullah Saed, Islamic Banking And Interest: A Study Of Probihition Of Riba And Its Contemporary Interpretation, (Leiden: EJ Brill, 1996)
[16] Ziauddin Ahmad, “ The Present State Of Islamic Finance Movement”, Journal Of Islamic Of Banking And Finance, Autum 1985, Hlm. 7 – 48
[17] www.irti.org


Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman :


Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )


Saturday, 6 August 2016

Pandangan Islam Terhadap Harta dan Ekonomi

Masjid Teuku Umar di Aceh

C. Pandangan Islam Terhadap Harta dan Ekonomi  [5]

Secara umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan (Al-An’aam : 165) serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas (adz-Dzaariyaat : 56). Untukmenunaikan tugas tersebut, Allah SWT memberi manusia dua anugerah nikmat utama, yaitu manhaj al-hayat “ sistem kehidupan “ dan wasilah al-hayat “ sarana kehidupan .

Sebagaimana firmannya dalam QS. Lukman:20
“tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa illmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan” (QS. Lukman:20)

Manhaj al-hayat adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Aturan tersebut berbentuk keharusan melakukan atau sebaiknya melakukan sesuatu, juga dalam bentuk larangan melakukan atau sebaliknya meninggalkan sesuatu. Aturan tersebut dikenal sebagai hukum lima, yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram.
Aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia sepanjang hidupnya, baik yang menyangkut keselamatan agama, keselamatan diri (jiwa dan raga), keselamatan akal, keselamatan harta benda, maupun keselamatan nasab keturunan. Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan pokok atau primer.

Pelaksanaan Islam sebagai way of life secara konsisten dalam semua kegiatan kehidupan, akan melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang baik, sebuah tatanan yang disebut sebagai hayatan thayyibah (An-Nahl : 97).

Sebaliknya, menolak aturan itu atau sama sekali tidak memiliki keinginan mengaplikasikannya dalam kehidupan, akan melahirkan kekacauan dalam kehidupan sekarang, ma’isyatan dhanka atau kehidupan yang sempit, serta kecelakaan diakhirat nanti (Thaahaa : 124 – 126).

Aturan-aturan itu juga diperlukan untuk mengelola wasilah al-hayah atau segala sarana dan prasarana kehidupan yang diciptakan Allah SWT untuk kepentingan hidup manusia secara keseluruhan. Wasilah al-hayah ini dalam bentuk udara, air, tumbuh-tumbuhan, hewan ternak, dan harta benda lainnya yang berguna dalam kehidupan.

Sebagaimana dalam Surah Al-Baqarah ayat 29 yang artinya :
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan, dia Maha Mengetahui segala sesuatu “

Dari keterangan diatas, islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Pertama: Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.

QS. Al-Hadiid: 7
“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagigan dari hartanya) mendapatkan pahala yang besar”.

QS. An-Nuur: 33
“… dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian… ”

Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw. Bersabda, :
“ seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanya tentang empath hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya kamu dari mana didapatkan dan untuk apa dipergunakan serta ilmunya untuk apa dipergunakan.”

Kedua: Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.
1.       Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi ; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah SWT.

2.       Harta sebagi perhiasan  hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Firman-Nya, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran : 14). Sebagai perhiasan hidup, harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggan diri (Al-‘Alaq : 6 – 7).


3.       Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak. (Al-Anfaal : 28)

4.       Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. (At-Taubah : 41, 60 ; Ali Imran : 133-134).


Ketiga: Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal)atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya. Banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang mendorong umat manusia bekerja mencari nafkah secara halal.

QS. A-Mulk: 15
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

QS. Al-Baqarah: 267
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik… “

                Ayat yang semakna akan kita temukan pada surat At-Taubah: 105, Al-Jamu’ah: 10, juga dikemukakan dalam beberapa hadits, antara lain berikut ini:
“sesungguhnya Allah mencintai Hamba-Nya yang bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk keluarganya maka sama seperti mujahid di jalan Allah.” (HR Ahmad).

“Mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain.” (HR Tabrani)

“jika telah melakukan shalat subuh, janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan sempat mencari rezeki.” (HR Tabrani)

Keempat: Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian (At-Takaatsur : 1 – 2), melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya ) (Al-Munaafiquun ; 9 ), melupakan shalat dan zakat  (an-Nuur ; 37), dan memutuskan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr : 7).

Kelima: Dilarang menempuh usaha yang haram seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah : 273 – 281), perjudian, berjual beli barang yang dilarang atau haram (al-Maa’idah : 90-91), mencuri, merampok, penggasaban (al-Maa’idah : 38 ), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifiin : 1 – 6) melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah : 188 ), dan melalui suap-menyuap (HR Imam Ahmad )

Footnote:
[5] sebagian materi ini disadur dari bahan pelatihan perbankan syariah Tazkia Institute yang disiapkan oleh Drs. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc..

Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 7 - 10

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )


Islam Sebagai Suatu Sistem Hidup (Way of Life)

B. Islam Sebagai Suatu Sistem Hidup (Way of Life)

Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala  seisinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.

Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah menberikan petunjuk melalui para Rasul-Nya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah.

Dua komponen pertama, yakni akidah dan akhlak, bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun Syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, yang berbeda-beda sesuai dengan masa Rasul masing-masing.

Hal ini telah diungkapkan dalam QS.Al-Maidah:48
......ِلكل جعلنا منكم شرععة ومنها جا....
“...untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang..”

Juga oleh rasulullah SAW. Dalam suatu Hadits :
“para rasul tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (Syariahnya) berbeda-beda sedangkan dinnya (Tauhidannya) satu “ (HR Bukhari, Abu Daud, dan Ahmad) [3]

            Oleh karena itu, syariah islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.

            Komprehensif berarti syariah islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun social (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusian dengan Khaliq-Nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingat secara kontinuitas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rule of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan social. Kelengkapan sistem muamalah yang disampaikan rasul SAW terangkum dalam sekma-sekma pada halaman berikut.

            Universal bermakna syariah islam dapat diterapkan dalam tiap waktu dan tempat pada hari akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan Fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non-muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh sayyidina Ali, “dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”

            Sifat muamalah ini dimungkinkan karena islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai (tsawabit wa mutaghayyirat – principle and variables). Dalam sector ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Adapun contoh variable adalah instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Diantaranya adalah aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja, penerapan asas mudharabah  dalam investasi atau penerapan ba’I as-salam dalam pembangunan suatu proyek. Tugas cendikiawan muslim sepanjang zaman adalah mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam variable yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.

            Sekema di atas memperlihatkan gambaran umum tentang sistem ekonomi islam. Secara garis besar, sistem ini dapat dibagi menjadi tiga sector besar : (1) sector publik, (2) sector swasta, (3) sector kesejahteraan social. bila diamati lebih seksama, masing-masing dari tiga sector mempunyai fungsi, institusi, dan landasan syariah tersendiri.


Footnote:
[3] Lihat Alhakimi, A’lamus Sunnah al-Mansyurah (Maktabah as-Suwady, 1988), hlm 89.

Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 3 – 7

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )


Islam Sebagai Agama Yang Lengkap dan Universal


BAB I : ISLAM SEBAGAI  AGAMA YANG LENGKAP DAN UNIVERSAL


A.      ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG LENGKAP DAN UNIVERSAL

Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai islam sebagai factor penghambat pembangunan (an abstacle to economic growth). Pandangan ini berasal dari para pemikir barat [1]. Meskipun demikian tidak sedikit intelektual muslim juga meyakininya.

Kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini hamper dapat dipastikan timbul karena kesalahpahaman terhadap islam [2]. Seolah islam merupakan agama yang hanya berkaitan dengan masalah ritual, bukan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.

Footnote:
[1] Max Weber, The Protestan Ethic and The Spirit of Capitalism (London: George Allen & Unwin Ltd., 1976); Irma Adelman dan Cynthia Taft  Morris, Economic Growth and Social Equity in Devoloping Countries, (Stanford: Stanford University Press, 1973)
[2] M.Rodinson, Islam and Capitalism (London: Allen lane, 1974)

Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.

Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik

Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung )