B. Islam Sebagai Suatu Sistem
Hidup (Way of Life)
Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa
bumi dengan segala seisinya merupakan
amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi
kesejahteraan bersama.
Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah menberikan petunjuk
melalui para Rasul-Nya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang
dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah.
Dua komponen pertama, yakni akidah dan akhlak, bersifat
konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan
tempat. Adapun Syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan
taraf peradaban umat, yang berbeda-beda sesuai dengan masa Rasul masing-masing.
Hal ini
telah diungkapkan dalam QS.Al-Maidah:48
......ِلكل جعلنا منكم شرععة ومنها جا....
“...untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang..”
Juga oleh
rasulullah SAW. Dalam suatu Hadits :
“para rasul
tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (Syariahnya) berbeda-beda sedangkan
dinnya (Tauhidannya) satu “ (HR Bukhari,
Abu Daud, dan Ahmad) [3]
Oleh karena itu, syariah islam
sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan
tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal.
Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang
untuk menyempurnakannya.
Komprehensif berarti syariah islam
merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun social
(muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan
manusian dengan Khaliq-Nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingat secara
kontinuitas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah
diturunkan untuk menjadi rule of the game
atau aturan main manusia dalam kehidupan social. Kelengkapan sistem
muamalah yang disampaikan rasul SAW terangkum dalam sekma-sekma pada halaman
berikut.
Universal bermakna syariah islam
dapat diterapkan dalam tiap waktu dan tempat pada hari akhir nanti.
Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai
cakupan luas dan Fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan
non-muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh
sayyidina Ali, “dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita
dan hak mereka adalah hak kita”
Sifat muamalah ini dimungkinkan
karena islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai (tsawabit wa mutaghayyirat
– principle and variables). Dalam sector ekonomi, misalnya, yang merupakan
prinsip adalah larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan,
pengenaan zakat, dan lain-lain. Adapun contoh variable adalah
instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Diantaranya
adalah aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja, penerapan asas
mudharabah dalam investasi atau
penerapan ba’I as-salam dalam pembangunan suatu proyek. Tugas cendikiawan
muslim sepanjang zaman adalah mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut
dalam variable yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.
Sekema di atas memperlihatkan
gambaran umum tentang sistem ekonomi islam. Secara garis besar, sistem ini
dapat dibagi menjadi tiga sector besar : (1) sector publik, (2) sector swasta,
(3) sector kesejahteraan social. bila diamati lebih seksama, masing-masing dari
tiga sector mempunyai fungsi, institusi, dan landasan syariah tersendiri.
Footnote:
[3] Lihat
Alhakimi, A’lamus Sunnah al-Mansyurah (Maktabah as-Suwady, 1988), hlm 89.
Daftar Pustaka:
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insana Press.
Halaman : 3 – 7
Meteri ini dari buku : Bank Syariah: Dari teori ke praktik
Penulis: Dr. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec. ( Nio Gwan Chung
)